KSU SAMPAH KOMODO LABUAN BAJO: INISIASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PARIWISATA



Labuan Bajo merupakan salah satu wilayah yang terkenal dengan destinasi wisata yang eksotis dan unik di Indonesia. Memiliki Taman Nasional Komodo sebagai ikon utama destinasi wisata, Labuan Bajo mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada sektor pariwisata. Namun, seolah berbanding lurus dengan peningkatan intensitas kunjungan pariwisata tersebut, volume sampah yang dihasilkannya pun semakin banyak, dan menjadi salah satu persoalan utama yang dihadapi Labuan Bajo. Persoalan terkait meningkatnya volume sampah di kawasan Labuan Bajo setiap harinya menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, terutama masyarakat pemerhati lingkungan Labuan Bajo. Hal tersebut kemudian menginisiasi lahirnya Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo pada tanggal 20 November 2014. Melalui pendampingan dari WWF-Indonesia, KSU Sampah Komodo pun diresmikan pada 7 April 2015.

 

KSU Sampah Komodo (KSK) yang lahir sebagai solusi, memiliki tujuan utama mengontrol produksi sampah yang paling banyak dari skala rumah tangga di Labuan Bajo. Untuk mencapai tujuan tersebut, KSK melakukan pendekatan dengan memberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait sampah melalui kampanye 3R (Reduce, Reuse, Recycle), membangun insentif ekonomi dengan memilah sampah dan mengelolanya, dan mereplikasikan kegiatan yang dilakukan KSK kepada kelompok lainnya agar turut peduli terhadap persoalan sampah. KSK juga menyediakan opsi keanggotaan bank sampah bagi warga yang ingin mengelola sampahnya.

 

Dok. Istimewa



Dalam menjalankan kegiatannya, KSK menjalin kolaborasi dengan beberapa kemitraan, antara lain WWF-Indonesia untuk mengedukasi persoalan lingkungan dan pengelolaan sampah, mengkampanyekan perlindungan spesies, sekaligus menjadi pendamping sejak awal KSK berdiri; BPSPL Denpasar untuk pengelolaan sampah, terutama plastik; BTN Komodo untuk pengelolaan sampah dalam kawasan TN Komodo; DLHK Mabar untuk penyewaan lahan bagi pengelolaan dan pemilahan sampah masyarakat; Komunitas Labuan Bajo untuk Gerakan Bersama Labuan Bajo dan TN Komodo Bersih; Market KSU untuk penjualan sampah secara kolektif; dan Kopernik untuk penguatan kemitraan (produk dan peningkatan pendapatan).

Setiap usaha pasti mengalami pasang surut, pun KSU Sampah Komodo. Sekretaris KSK, Margaretha Subekty, yang dikenal sebagai Bu Bekty, bahkan bercerita, awal merintis dan mengelola KSK, beliau mengalami berbagai penolakan dan sempat dianggap gila karena mengelola sampah, sesuatu yang seharusnya hanya berakhir di tempat pembuangan. Namun, beliau dan anggota lainnya, terus berjuang dan tetap menebarkan hal baik dan bermanfaat bagi masyarakat terkait pengelolaan sampah.

Sejak diresmikan, KSK memulai melakukan kerja nyatanya pada bulan Mei 2015. Sayangnya, dikarenakan faktor-faktor seperti masih lemahnya manajemen organisasi, belum adanya model pengelolaan sampah, dan belum terorganisasinya partisipasi masyarakat, KSU Sampah Komodo sempat mengalami vakum mulai April 2016. Dari masa vakum tersebut, muncullah semangat baru untuk menghidupkan kembali KSU Sampah Komodo. Pada Juli 2016, para anggota sepakat untuk menata kembali KSU Sampah Komodo, dan menunjuk 3 orang sebagai tim penyusun dan fasilitator untuk menyiapkan penataan organisasi, menyusun manajemen pengelolaan sampah yang lebih baik, serta menggalang partisipasi masyarakat dengan belajar dari pengalaman sebelumnya. Lokasi pengelolaan sampah pada saat itu berada di Desa Batu Cermin. Namun, seiring berkembangnya KSK, pada tahun 2017, tepatnya di bulan Januari KSK pindah lokasi ke Gang Tengah Cowang Ndareng, sampai dengan saat ini.

Dok.Istimewa

Hingga saat ini, KSK terus meningkatkan kinerja dalam pengumpulan dan pengangkutan sampah di kawasan Labuan Bajo. Usaha KSU Sampah Komodo adalah meliputi pembelian sampah dan jasa pengangkutan, terutama sampah plastik yang menjadi mayoritas sampah di Labuan Bajo. Dalam operasionalnya, KSK melakukan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya, pencacahan, pengepresan khusus bagi sampah yang tidak dicacah, serta packing. Namun, sebagai usaha komunitas yang masih berkembang, KSK masih berupaya mencapai keuntungan dengan cara meningkatkan volume sampah yang dikumpulkan, agar dapat melebihi margin biaya total produksi. Untuk mencapai volume sampah seperti yang ditargetkan, beban operasional pun juga akan meningkat, seperti tenaga angkut dan tenaga pilah, serta biaya operasional lainnya. Selain itu, dari proses pemilahan sampah tersebut, sampah yang bisa didaur ulang, kemudian dikreasikan menjadi barang-barang unik yang siap pakai, seperti; kerajinan pernak pernik perempuan, tas belanja, pembalut cuci ulang, keranjang pakaian, gantungan kunci, topi, kreasi kain perca, sandal, dan hiasan rumah.

 

Dok. Istimewa

 

Seperti yang tertulis sebelumnya, KSU Labuan Bajo tidak hanya merupakan tempat pengelolaan sampah, tetapi juga menjadi wadah edukasi bagi masyarakat, termasuk bagi anak-anak. Dalam hal ini, perempuan Labuan Bajo yang mengisi 70% keanggotaan KSK, mengambil peran besar terkait edukasi dan sharing informasi. Materi yang dibagikan pada pertemuan rutin setiap Sabtu dan Minggu oleh para perempuan KSK tidak hanya tentang pengelolaan sampah, tetapi juga mengenai kesehatan perempuan, dan kegiatan bersama dalam pengembangan bisnis kerajinan dan pangan. Untuk edukasi kepada anak-anak, KSK juga memiliki metode yang menyenangkan, yaitu menciptakan suasana KSK yang bersih dan nyaman, serta menghiasnya dengan gambar-gambar kartun yang lucu agar anak-anak tertarik. Dengan banyaknya anak-anak yang tertarik dan datang ke KSK, diharapkan mereka akan tertarik pula untuk belajar mengelola sampah.



Dok. Istimewa

 

Tidak hanya itu, perempuan anggota KSK juga saling memberdayakan dan menguatkan satu sama lain, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya program Penguatan Perempuan, terutama bagi para perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bu Bekty berpendapat pula, bahwa perempuan secara alamiah memang merupakan pemelihara dan pendidik. Untuk itu, perempuan harus mempunyai kemandirian dan menjadikan diri terdidik, yang akan menghasilkan generasi yang terdidik pula, karena mendidik perempuan, sama dengan mendidik generasi.

 

 

 (Cyntia)