Peran Perempuan dalam Pelaksanaan Tradisi Suku Kajang
Di salah satu sudut Desa Tanah Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, terdapat sebuah komunitas adat yang dikenal sebagai Suku Kajang. Mereka menjalankan serangkaian ritual dan tradisi adat dengan sentuhan penting dari para perempuan dalam kelompok ini.
Peran perempuan di sini diwujudkan melalui sosok Anrongta, yang dapat dianggap sebagai pemimpin perempuan yang berperan besar dalam menjaga serta mewarisi warisan budaya Suku Kajang. Anrongta atau pemimpin perempuan berperan dalam mendampingi hingga dapat menggantikan Ammatoa yang merupakan pemimpin adat yang dipercaya sebagai wakil dari Tuhan.
Masyarakat Kajang mengikuti prinsip hukum adat yang disebut "Pasang Ri Kajang." Bagi mereka, prinsip ini bukan sekadar kata-kata kosong. Ini adalah kunci untuk menjaga harmoni dalam komunitas mereka.
Dengan mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang mereka junjung tinggi, mereka percaya bahwa tidak hanya tatanan sosial mereka yang akan terpelihara dengan baik, tetapi juga hubungan mereka dengan alam sekitarnya.
Cara tersebut menjadi upaya yang baik untuk menghormati dan merawat warisan yang telah ditinggalkan oleh para leluhur mereka. Sebuah tradisi yang berharga yang terus hidup dan berkembang dalam masyarakat adat ini.
Ammatoa, pemimpin adat Suku Kajang, meyakini bahwa kesuksesan ritual sangat bergantung pada keterlibatan perempuan. Peran penting yang dimainkan oleh perempuan dalam konstruksi ritual ini dapat terlihat selama persiapan sebuah upacara khusus yang dikenal sebagai Andingingi.
Andingingi adalah sebuah perayaan yang diadakan setahun sekali di hutan keramat untuk menghormati leluhur dan bersyukur atas berkah serta keselamatan dalam kehidupan mereka.
Ritual ini melibatkan laki-laki dan perempuan, masing-masing dengan tugas dan tanggung jawabnya sendiri sebelum mencapai inti acara. Salah satu contohnya adalah dalam proses yang dikenal sebagai Arunding, yang merupakan sebuah musyawarah persiapan penting untuk Andingingi. Hal menariknya, perempuan memiliki peran yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan dalam Arunding ini.
Selain itu, perempuan juga berperan sentral dalam persiapan makanan, perlengkapan ritual, dan persembahan yang dibutuhkan untuk ritual tersebut. Mereka memainkan peran yang krusial dalam memastikan semua aspek persiapan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi.
Dalam konteks ini, dapat kita lihat bagaimana kontribusi aktif perempuan membentuk dan menjaga kelangsungan ritual Andingingi, yang merupakan bagian penting dari identitas budaya dan spiritual Suku Kajang.
Dalam ritual Maddangang, peran yang dimainkan oleh Anrongta sangatlah penting. Ia bertanggung jawab atas pengaturan dan pelaksanaan seluruh prosesi, mulai dari persiapan hingga penutupan upacara Maddangang.
Ritual Maddangang adalah sebuah upacara kematian yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Kajang. Keunikan dari peran Anrongta dalam ritual ini adalah bahwa ia memegang kendali penuh atas prosesi Maddangang.
Sebagai catatan, aturan adat bahkan menyatakan bahwa upacara ini hanya dapat dimulai ketika Anrongta hadir dan terlibat secara aktif. Ini adalah sebuah pernyataan penting tentang peran perempuan dalam masyarakat Kajang.
Melalui perannya dalam ritual Maddangang, Anrongta tidak hanya memimpin acara kematian ini dengan penuh martabat, tetapi juga memberikan pesan yang dalam. Ini adalah contoh nyata bagaimana seorang perempuan dapat memegang peranan penting dalam suatu komunitas.
Hal ini mencerahkan kita bahwa perempuan memiliki kapasitas untuk memperkuat dan mempertahankan identitas mereka, bahkan dalam konteks politik dalam masyarakat adat.
Peran Perempuan Suku Kajang di Bidang Wisata Adat
Selain memiliki bakat kepemimpinan yang luar biasa dalam melaksanakan tugasnya, Anrongta juga memiliki tanggung jawab tambahan yang istimewa, yaitu Angngasih. Dalam peran ini, Anrongta bertugas membentuk karakter anak perempuan Suku Kajang dengan mengajarkan etika, dan keterampilan penting dalam kehidupan domestik, seperti memasak dan menenun.
Menenun adalah bagian integral dari kehidupan perempuan Kajang, tidak hanya sebagai ekspresi budaya, tetapi juga sebagai sumber tambahan pendapatan. Kain tenun yang mereka hasilkan sering kali menjadi oleh-oleh khas Kajang yang diminati oleh wisatawan yang tertarik dengan keindahan budaya dan pariwisata adat Suku Kajang.
Ramlah, seorang anak dari Ammatoa, adalah seorang aktivis perempuan yang berperan penting dalam Desa Tana Toa. Dia mendirikan sebuah kelompok bernama Kajang Le’leng Ammatoa (KALEA), yang berfokus pada modifikasi kain tenun tradisional khas Kajang yang disebut Tope Le’leng.
Keberadaan program ekowisata di wilayah adat Tana Toa telah memberikan tambahan pendapatan bagi perempuan-perempuan Kajang yang tergabung dalam komunitas KALEA.
Mereka berhasil menciptakan produk-produk kreatif yang mewakili kekayaan budaya Kajang dan dapat dinikmati oleh siapa pun yang menghargai nilai-nilai tersebut. Kepemimpinan Ramlah sebagai pendiri KALEA adalah cerminan dari semangat dan dedikasi untuk menjaga dan memperkuat budaya serta pariwisata adat di Tana Toa.
Ramlah dan KALEA memiliki tujuan yang sejalan, yaitu melestarikan seni menenun tradisional Kajang sambil menghadirkannya dalam bentuk yang lebih terjangkau dan relevan dalam konteks pariwisata adat.
Kolaborasi mereka dengan program ekowisata di kawasan adat Tana Toa adalah contoh bagaimana inisiatif masyarakat lokal dapat mendukung dan meningkatkan perekonomian serta pengalaman wisatawan.
Dalam sebuah era di mana keberlanjutan budaya dan ekonomi sangat penting, kepemimpinan Ramlah dan upaya KALEA adalah teladan yang luar biasa. Mereka memadukan nilai-nilai tradisional dengan inovasi yang berkelanjutan, menciptakan peluang bagi perempuan Kajang untuk berperan aktif dalam mempertahankan identitas budaya mereka sambil menghasilkan pendapatan tambahan yang penting.
Kesuksesan mereka bukan hanya memperkaya warisan budaya Suku Kajang, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi pariwisata adat dan komunitas Tana Toa secara keseluruhan.
Konstruksi Peran Perempuan melalui Tradisi dan Kearifan Lokal Suku Kajang
Konstruksi peran kepemimpinan perempuan dalam masyarakat adat Kajang, seperti yang tercermin dalam tulisan ini, adalah sebuah cerminan keindahan dan kekuatan kolaborasi antara tradisi, budaya, dan inovasi.
Dalam komunitas ini, perempuan memegang peran sentral dalam menjaga dan mewarisi warisan budaya Suku Kajang. Melalui peran Anrongta, perempuan di Suku Kajang memainkan peran penting dalam menjaga tradisi dan ritual adat.
Selain itu, kontribusi perempuan dalam persiapan ritual seperti Andingingi dan Maddangang adalah bukti nyata bagaimana perempuan di Suku Kajang memiliki peran yang signifikan dalam menjaga kelangsungan ritual adat.
Mereka aktif dalam pengambilan keputusan, persiapan makanan, perlengkapan ritual, dan persembahan yang penting untuk menjaga tradisi hidup. Terlebih lagi, peran Anrongta bukan hanya dalam ranah spiritual, tetapi juga dalam mendidik generasi muda dengan etika dan keterampilan domestik, termasuk seni menenun yang merupakan ekspresi budaya penting dan sumber tambahan pendapatan.
Inisiatif seperti KALEA yang dipimpin oleh Ramlah adalah contoh nyata bagaimana perempuan Kajang dapat menggabungkan tradisi dengan inovasi untuk mendukung ekonomi lokal dan pariwisata adat.
Keseluruhan, konstruksi peran kepemimpinan perempuan dalam masyarakat adat Kajang adalah cerminan dari kekuatan perempuan dalam mempertahankan identitas budaya mereka, serta berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan budaya dan ekonomi komunitas mereka.
Mereka adalah pilar penting dalam menjaga warisan yang berharga dan membawa manfaat positif bagi pariwisata adat dan komunitas Tana Toa secara keseluruhan.
Referensi:
Elfira, E., Agustang, A., & Syukur, M. (2023). Prinsip Masyarakat Adat Kajang Dalam Mempertahankan Adat Istiadat (Studi Kasus Dalam Kawasan Adat Ammatoa). JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), 7(1).
Hijjang, P. (2016, December). Pasang and traditional leadership ammatoa indigenous communities in forest resources management. In International Conference on Ethics in Governance (ICONEG 2016) (pp. 365-369). Atlantis Press.
Husain, S. B., Puryanti, L., & Setijowati, A. (2021). Komunitas Berbaju Hitam: Sejarah, Perempuan, dan Pendidikan dalam Masyarakat Adat Tana Towa Kajang, Sulawesi Selatan. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 6(1), 57-67.
Kaltsum, A. U., Kambo, G. A., & Muhammad, M. (2022). Penguatan Identitas Politik Perempuan dalam Masyarakat Adat Kajang. Jurnal Noken: Ilmu-Ilmu Sosial, 8(1), 91-100.
KemitraanIndonesia. (2021, January 8). Kongkow Virtual Intip Desa - Perempuan Adat Kajang: Antara Stigma dan Realita [Video]. Youtube. https://youtu.be/1DdKrhfJwGk?si=2O6myJbmxchQZGXV
Radjab, M., Nuvida, R. A. F., & Sabiq, M. (2023). Construction of women's roles in the Andingingi Ritual in the Ammatoa Customary Area, Tana Toa Village, Kajang District, Bulukumba Regency. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 16(1), 21-39.
Tikson, S. D. S., Sahas, N. S., Ramadanti, W. N., & Saleh, A. J. (2020). Market Potential Tope Le'leng Strategi Mengembangkan Industri Kecil Penenun Masyarakat Suku Kajang. JBMI (Jurnal Bisnis, Manajemen, dan Informatika), 17(2), 130-140.
Ditulis Oleh: Aini