Suku Baduy, atau biasa dikenal sebagai Urang Kanekes, merupakan sebuah komunitas adat yang mendiami wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, dan secara struktural komunitas ini terbagi menjadi dua kelompok utama: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Perbedaan fundamental antara keduanya cukup signifikan, khususnya pada tingkat keterbukaan terhadap pengaruh eksternal, Baduy Dalam secara konsisten menunjukkan pertahanan diri terhadap identitas lokal dan aturan adat yang membentengi diri dari intervensi dan penetrasi modernitas, sementara Baduy Luar menunjukkan kecenderungan yang lebih adaptif terhadap dinamika perkembangan sosial kontemporer, termasuk pengaruh digitalisasi.
Secara kerangka struktur sosial masyarakat Baduy, perempuan menempati posisi yang signifikan, khususnya dalam pelestarian nilai-nilai budaya dan keberlanjutan komunitas, sebagaimana tercermin dari partisipasi aktif perempuan dalam berbagai aspek domestik dan ritual, seperti kegiatan menenun, pengolahan hasil pertanian, hingga pelaksanaan tradisi adat. Maharani (2009) mencatat bahwa perempuan Baduy menempati posisi terhormat dalam struktur adat, yang ditunjukkan antara lain melalui larangan poligami serta pembatasan interaksi laki-laki terhadap perempuan sebelum ikatan pernikahan, hal ini menandakan bahwa tidak adanya subordinasi terhadap perempuan dalam norma sosial mereka.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran yang memunculkan kekhawatiran akan komodifikasi identitas budaya perempuan muda Baduy, yakni melalui representasi mereka sebagai objek estetis dalam pariwisata dan konten media sosial. Seorang budayawan Banten, Uday Suhada, menyampaikan keprihatinan dan kecaman terhadap praktik representasi tersebut yang dinilai semakin mengeksploitasi perempuan Baduy dalam konteks komersialisasi visual (CNN Indonesia, 2024).
Fenomena tersebut tidak hanya menimbulkan persoalan etika, sekaligus mengindikasikan potensi ancaman terhadap keberlangsungan nilai-nilai adat dalam komunitas. Salazar (2012) dalam Tourism Imaginaries: Anthropological Approaches, menjelaskan bahwa konstruksi daya tarik wisata seringkali dibentuk melalui citra visual dan narasi eksotis yang memengaruhi persepsi wisatawan terhadap komunitas lokal, dan tentunya pendekatan ini rentan memperkuat stereotype dan eksotisasi terhadap kelompok masyarakat lokal, termasuk perempuan Baduy.
Simbol-simbol budaya perempuan Baduy, seperti halnya busana tradisional, praktik kehidupan sehari-hari, dan ritual adat, berisiko direduksi menjadi sekadar elemen estetis yang diproduksi demi memenuhi algoritma media sosial. Hal ini berimplikasi pada ancaman tergerusnya makna spiritual dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Tantangan utama yang dihadapi saat ini terletak pada upaya perempuan Baduy dalam mempertahankan otonomi budaya mereka tanpa kehilangan keterikatan terhadap identitas kolektif, sekaligus menghindari marginalisasi akibat arus ekonomi, sosial, dan digital yang mengiringi perkembangan sektor pariwisata. Dengan demikian, dibutuhkan pendekatan kebijakan yang inklusif dan berbasis komunitas untuk melindungi identitas budaya, disertai peningkatan edukasi terhadap wisatawan, pembuatan konten, dan stakeholder lainnya agar interaksi dengan komunitas adat berlangsung secara etis dan berkelanjutan secara normatif.
Fenomena eksploitasi simbol-simbol perempuan Baduy dalam lanskap digital menunjukkan ketegangan antara pelestarian budaya dan eksposur publik, dan representasi visual yang semula bersifat internal dan sakral kini menjadi konsumsi massa yang turut diwajarkan, yang tidak jarang terjadi tanpa keterlibatan atau persetujuan komunitas itu sendiri. Dalam konteks ini, penting untuk menyoroti bagaimana konstruksi identitas perempuan Baduy tidak dapat dipisahkan dari ruang adat yang mereka jalani, dan proses-proses penyederhanaan melalui citra digital berisiko menghilangkan kompleksitas makna yang melekat pada simbol-simbol yang telah mengakar.
Artikel ini diterbitkan di laman womentourism.id| 30 Juli 2025
Writer:
Hanum Zatza Istiqomah
An active undergraduate student majoring in Tourism at Gadjah Mada University with an interest in social, cultural, and sustainability issues.
Referensi:
- Budayawan Banten Marah: Setop Eksploitasi Perempuan Badui demi Konten Baca artikel CNN Indonesia "Budayawan Banten Marah: Setop Eksploitasi Perempuan Badui demi Konten. (2024, July 2). CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240702191733-20-1116814/budayawan-banten-marah-setop-eksploitasi-perempuan-badui-demi-konten
- Salazar, N. B., & Graburn, N. (2025). Tourism Imaginaries. Google Books. https://books.google.co.in/books?id=eKH8AgAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_atb#v=onepage&q&f=false
- Septiana Dwiputri Maharani. (2025). PEREMPUAN DALAM KEARIFAN LOKAL SUKU BADUY. Jurnal Filsafat, 19(3), 199–213. https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3435/9400
Sumber foto: http://shutterstock.com/