Sudah hampir satu tahun kita hidup di masa pandemi COVID-19 dan masih belum pasti hingga kapan kita akan hidup dalam kondisi seperti ini. Kita semua pasti setuju bahwa kita mengalami kebosanan karena banyak melakukan kegiatan di dalam ruangan. Namun, biasanya justru karena kebosanan ini kita kerap tiba-tiba menemukan hobi dan ide baru begitu saja.
Tak terkecuali I Gusti Ngurah Paulus Widya Eka Saputra, I Gusti Ayu Maria Rosalina Dwi Putri, dan I Gusti Ngurah Alexander Surya Bayu Saputra. Ketiga bersaudara yang lebih akrab dipanggil sebagai Paul, Dwi, dan Bayu ini tidak menyerah begitu saja kepada keadaan dan terus berkarya sesuai dengan bidang yang mereka minati. Di masa pandemi ini, mereka melahirkan buah pikiran produktif bernama SILAQ, sebuah usaha sosial yang fokus terhadap pemberdayaan perempuan dan penggunaan bahan lokal yang ramah lingkungan.
Paul, Dwi, dan Bayu. (Dok. Istimewa)
Melihat Potensi dan Permasalahan Lokal di Desa Kenangan
Ide SILAQ pertama kali muncul pada awal tahun 2020 ketika Paul dan kedua adiknya menyambangi Desa Lilir di Lombok Barat, sebuah desa yang menyimpan memori tersendiri karena sering mereka kunjungi sejak kecil. Di kunjungannya kali ini, Paul, Dwi, dan Bayu melihat hal-hal yang biasa mereka lihat dari sudut pandang lain. Mereka menemukan bahwa Desa Lilir memiliki kekayaan alam yang melimpah seperti kelapa, rempah, dan bahan mentah lainnya.
Namun, bersamaan dengan menemukan potensi alam di sana, mereka juga mendapati adanya beberapa permasalahan yang dihadapi masyarakat setempat. Warga Desa Lilir kesulitan untuk menjual sumber daya alam tersebut karena harganya yang terlampau murah apabila dijual secara mentah. Paul, Dwi, dan Bayu juga menemukan masalah lain yaitu banyaknya perempuan di Desa Lilir yang tidak memiliki pekerjaan. Meskipun ada yang beberapa perempuan yang bekerja, namun sifatnya hanya membantu suaminya berkebun. Saat ini, masih banyak perempuan di Desa Lilir berada di bawah bayang-bayang suaminya karena tidak memiliki penghasilan sendiri.
Pemandangan Alam di Sekitar Desa Lilir (Dok. Istimewa)
Bereksperimen Bersama Masyarakat
Setelah ia mengetahui potensi dan permasalahan yang Paul dan kedua adiknya temukan di lapangan, Paul tergerak untuk membantu masyarakat di Desa Lilir. Berbekal dengan pengalaman kerja bersama masyarakat di USAID sebagai Sustainable Tourism dan Community Development Specialist in Marine Change, Paul mengajak kedua adiknya untuk bereksperimen membuat sebuah usaha sosial yang dapat meningkatkan nilai jual sumber daya alam di Desa Lilir serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Mereka memutuskan untuk mengolah bahan mentah lokal menjadi suvenir yang ramah lingkungan dengan bekerja sama beserta perempuan setempat.
Suvenir yang Paul, Dwi, dan Bayu gagas bukanlah suvenir biasa. Lebih dari sekadar produk suvenir, mereka ingin membuat sesuatu yang unik sembari menyuguhkan cerita dari masyarakat setempat di suvenir tersebut. Mereka ingin para konsumen tahu dari mana bahan-bahan yang mereka gunakan untuk membuat suvenir tersebut berasal dan siapa yang membuatnya. Inilah mengapa SILAQ mengusung slogan “Truly Natural, Proudly Local”.
Produk Sabun Organik SILAQ (Dok. Istimewa)
Semenjak pertama kali diluncurkan pada bulan Juli 2020, SILAQ sudah meluncurkan dua produk yaitu sabun batangan organik dan bungkus makanan dari lilin lebah. Di balik itu, Paul, Dwi, dan Bayu mengawali SILAQ dari kertas putih. Sebelum terjun ke masyarakat, ketiga bersaudara tersebut dengan sabar belajar cara pembuatan sabun batangan organik serta bungkus makanan dari lilin lebah secara otodidak melalui internet. Setelah mereka berhasil mempelajarinya, mereka mentransfer pengetahuan yang telah mereka dapat kepada perempuan di Desa Lilir.
Selama beberapa bulan semenjak kedatangan Paul dan kedua adiknya di awal tahun 2020, mereka masih berada pada masa coba-coba atau trial and error. Pada masa penjajakan tersebut, SILAQ memberikan pelatihan kepada perempuan di Desa Lilir sebanyak tiga kali seminggu. Mereka bereksperimen dan berdiskusi bersama hingga mendapatkan komposisi bahan yang pas untuk tiap produk. Hingga pada akhirnya SILAQ berhasil meluncurkan produk awalnya yaitu sabun batangan organik.
“Senang sekali rasanya bisa bekerja bersama masyarakat dan melihat perubahan mereka secara langsung di depan mata. Dari yang awalnya belum bisa mengolah bahan mentah hingga bisa membuat suvenir dan menjualnya di kota-kota yang jauh dari tempat tinggal mereka. Bagi saya itu sangat rewarding.” - Paul
Cerita tentang Menggerakkan Jiwa Perempuan di Desa Lilir
Banyak orang bilang bahwa bekerja bersama masyarakat memiliki lika-likunya dan tersendiri. Begitu pun Paul, ia mengakui bahwa memulai SILAQ tidaklah mudah. Ia kedua adiknya menghadapi kesulitan ketika mengajak para perempuan di Desa Lilir untuk bergabung dengan SILAQ karena perempuan ini belum bisa melihat manfaat ekonominya secara langsung.
Pada awalnya, hanya ada satu perempuan yang mau bergabung yaitu Ibu Ombe. Namun, ketika produk pertama SILAQ berhasil mereka pasarkan dan mendapatkan keuntungan ekonomi yang nyata, berita bahagia pun tersebar dari mulut ke mulut di Desa Lilir sehingga akhirnya ada perempuan lain yang tertarik berkarya bersama dengan SILAQ. Selama dua bulan sejak peluncuran produk pertama, SILAQ telah sukses menggaet tiga orang perempuan lain di Desa Lilir. Dua orang perempuan bekerja di bagian produksi suvenir dan satu orang lainnya merupakan pembuat minyak kelapa yang menjadi penerima manfaat berkat bisnis SILAQ ini.
Ibu Ombe (Dok. Istimewa)
Dalam menjalankan bisnisnya, SILAQ memiliki mekanisme tersendiri yang meminimalisasi kemungkinan kerugian bagi perempuan di Desa Lilir. SILAQ menetapkan target produksi kepada perempuan di Desa Lilir tetapi target ini tidak mutlak. Meskipun Ibu Ombe dan teman-temannya tidak dapat memenuhi target tersebut, SILAQ tetap membayar sesuai dengan jumlah produk yang mampu mereka hasilkan. SILAQ membeli hasil produksi mereka dan membayarnya di muka sehingga mereka memiliki pendapatan yang tetap. Melalui sistem ini, apabila ada produk yang belum laku kepada konsumen maka yang akan menanggung kerugian adalah SILAQ bukan perempuan di Desa Lilir.
SILAQ, Tantangan dan Harapan di Masa Depan
Sebagai sebuah usaha yang baru mulai merintis, tentunya SILAQ masih memiliki beberapa hal yang menjadi tantangan dan harapan. Paul, Dwi, dan Bayu mengaku bahwa saat ini mereka masih membutuhkan modal dan sedang mengajukan proposal inkubasi bisnis ke beberapa instansi agar usaha sosial ini dapat berkelanjutan di Desa Lilir. Saat ini, mereka juga masih bersiap untuk membuat legalitas hukum bagi SILAQ agar bisa melebarkan sayap ke Eropa, Amerika, dan Asia Pasifik.
Kembali lagi pada masyarakat, SILAQ memiliki tantangan lain. Bagi mereka, tidak mudah untuk membuat sebuah inovasi baru. Paul dan kedua adiknya memerlukan waktu ekstra untuk belajar membuat suatu suvenir dan mengajarkannya kepada perempuan di Desa Lilir. Saat ini, SILAQ sedang bersiap untuk meluncurkan sebuah produk baru. Kali ini, SILAQ berinovasi dengan memanfaatkan limbah batok kelapa yang dihasilkan dari pembuatan sabun menjadi hiasan yang dikombinasikan dengan makrame.
Paul Memberikan Pelatihan Kepada Perempuan di Desa Lilir (Dok. Istimewa)
Dalam waktu dekat ini, Paul, Dwi, dan Bayu sedang gencar melakukan pemasaran di toko-toko offline. Mereka menyasar toko-toko yang ada di Bali dengan harapan bisa mengenalkan pariwisata Lombok kepada khalayak yang lebih luas. Selain itu, mereka juga ingin masyarakat lebih sadar pada pariwisata berkelanjutan melalui produk-produk ramah lingkungan yang mereka buat.
Semoga harapan-harapan yang Paul, Dwi, dan Bayu usahakan untuk SILAQ dapat tercapai segera. Mari kita tunjukkan dukungan bagi SILAQ. Mendukung SILAQ, mendukung pariwisata berkelanjutan!
Saat ini produk-produk SILAQ sudah tersedia di beberapa marketplace dan toko offline di dalam dan luar negeri. Cek link di bawah ini untuk membeli produk-produk SILAQ Indonesia.
Tokopedia (https://www.tokopedia.com/silaq)
Shopee (https://shopee.co.id/bayualexander)
Toko Glück Manamart, Yogyakarta
Toko Peony Ecohouse, Yogyakarta
Toko My Indonesia di Bandara Internasional Lombok
Toko Harvest Asian Grocery di Victoria, Australia
(Hanin)
Artikel ini dipublikasikan pada laman womentourism.id | 7 Desember 2020