Baiq Sri Mulya: Mengarahkan Kembali Pembangunan Pariwisata Sembalun

Baiq Sri Mulya: Mengarahkan Kembali Pembangunan Pariwisata Sembalun 

 

Perempuan bernama Baiq Sri Mulya dan kerap disapa Lia ini menetap di Sembalun sejak tahun 2012. Spesialisasi Lia dalam bidang Environment and Sustainability membuatnya paham betul kondisi sosial dan lingkungan sekitar serta paham akar permasalahan yang selama ini terjadi di Sembalun.

 

Secara umum, setiap mendengar kata Sembalun, kita pasti langsung mengingat Sembalun sebagai tempat yang kaya akan hasil alamnya, seperti bawang putih dan stroberi, tempat-tempat menarik untuk berswafoto, banyaknya masyarakat sekitar yang mulai bekerja dalam sektor pariwisata, dan daerah-daerah strategis untuk investasi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB juga gencar untuk mempromosikan daerah Sembalun dalam skala nasional maupun internasional dan munculah Sembalun sebagai World Best Halal Honeymoon Destination, World Halal Tourism Award 2016, Abu Dhabi, UEA.

 

Namun, gambaran umum tersebut memunculkan banyak pertanyaan, apakah betul kondisi Sembalun separipurna itu seperti yang diberitakan media? Bagaimana warga sekitar menghadapi lonjakan wisatawan di Sembalun? Inilah cerita Baiq Sri Mulya, tentang realita permasalahan pariwisata Sembalun, perempuan sebagai agen perubahan, dan tantangannya.

 

 

Baiq Sri Mulya



Degradasi sosial lingkungan yang tak kunjung henti

 

Lia dan warga sekitar lainnya betul-betul merasakan dampak positif dan negatif dengan adanya pembangunan pariwisata di Sembalun. Pembangunan pariwisata di Sembalun secara positif membuat keadaan ekonomi membaik serta terbangunnya jejaring yang menguntungkan, tetapi, seperti yang dikatakan Paullina Simons, everything comes with price yang maknanya, semua hal yang dilakukan menghasilkan konsekuensi. Lia dan warga sekitar juga menerima konsekuensi atas berkembangnya pariwisata Sembalun. 

 

Konsekuensi yang muncul dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu dalam bidang lingkungan dan bidang sosial dan pariwisata. Dalam bidang lingkungan, tumpukan sampah terlihat membukit di hutan, sawah, serta sungai, hilangnya mata air karena pengeboran tanpa pendampingan serta privatisasi dari investor, dan polusi. Realita tersebut mengajak kita untuk melihat bahwa Sembalun kian semrawut dan kumuh. Jika dibiarkan, bisa saja menimbulkan masalah baru seperti penyakit, krisis air, dan peralihan fungsi lahan.

 

 

Audiensi dengan Wagub NTB mendorong dilakukannya evaluasi pembangunan pariwisata Sembalun

 

Dalam bidang sosial dan pariwisata, Lia menilai bahwa pengampu kebijakan hanya melibatkan segelintir orang yang sama tanpa melibatkan warga sekitar yang menjadi garda terdepan, khususnya perempuan, dalam menghadapi wisatawan. Selain itu, belum adanya kebijakan yang melindungi privasi dan budaya warga lokal mengakibatkan konflik antar wisatawan dan warga lokal, seperti open air karaoke hingga tengah malam, insiden Propok (penghentian pendakian karena sekelompok pendaki membawa sound system untuk pesta musik di atas bukit), dan kurangnya etika bertetangga antara warga dan wisatawan non lokal dengan masyarakat lokal. Jika hal tersebut terus-menerus terjadi tanpa ditangani, Lia khawatir jika nanti masa depan anak-anak Sembalun terusik akibat dampak sosial dan lingkungan yang terjadi.

 

“‘Feminis’ bukanlah suatu kata bermakna eksklusif, melainkan inklusif dan merangkul siapa saja yang berjiwa memelihara pada setiap manusia.” - Baiq Sri Mulya

 

Menelisik akar permasalahan dan keterlibatan perempuan di dalamnya

 

Lia dan perempuan-perempuan Sembalun mencoba untuk menelaah kembali apa yang sebenarnya menjadi akar permasalah di Sembalun. Berdasarkan diskusi Lia dan komunitas, terdapat enam akar permasalahan mengenai pariwisata Sembalun. Pertama, pembangunan pariwisata yang gencar dilakukan pemerintah hanya diiringi oleh promosi dan pembangunan fisik tanpa memberikan bekal soft skills yang maksimal untuk warga sekitar. Kedua, menormalisasi disfungsi, contohnya upaya pemerintah mereboisasi gagal dan tidak ada pohon yang tumbuh dinormalisasi dengan menganggap hal tersebut adalah hal yang biasa. Ketiga, ketidakadilan lingkungan sebagai akibat dari praktik kapitalisme, contohnya hotel-hotel besar dengan kolam dari sumber air yang diprivatisasi sementara warga lokal harus membeli air. Keempat, tidak adanya kebijakan berbasis ilmu pengetahuan dalam rangka membangun Sembalun sebagai destinasi ekowisata, misalnya tak adanya pembatasan jumlah wisatawan. Kelima, kepemimpinan patriarki yang tidak pandai mendengar aspirasi-aspirasi warga sekitar. Keenam, perlakuan mendomestikan perempuan, misalnya perempuan sudah difungsikan dari awal sebagai penerima manfaat ekonomi dan tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan. 

 

Permasalahan sosial dan lingkungan yang kian mendesak dan merugikan warga sekitar menggerakkan Lia untuk membangun strategi mengarahkan kembali pembangunan pariwisata Sembalun. Di komunitas ‘SembaluNina’ (Komunitas Perempuan Sembalun), Lia sebagai pendiri komunitas, menyediakan forum, menampung aspirasi, dan mengasah keterampilan perempuan Sembalun. Lia percaya bahwa ‘feminis’ bukanlah suatu kata bermakna eksklusif, melainkan inklusif dan merangkul siapa saja yang berjiwa memelihara pada setiap manusia. Terdapat beberapa program kegiatan yang Lia gaungkan sebagai tanda bahwa perempuan ikut andil memperbaiki kondisi sosial dan lingkungan Sembalun antara lain Perbincang (Perempuan Berbincang), Sakolah (Sahabat Sekolah), BiSA (Rehabilitasi Sumber Air), dan Unit Pengolahan Sampah Mandiri 2021.

 

Perbincang adalah kegiatan wajib SembaluNina, mengangkat isu-isu penting yang paling dekat dengan kehidupan perempuan dan anak. Kegiatan Perbincang juga melahirkan kegiatan baru di mana SembaluNina saat ini bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan bermitra dengan sekolah-sekolah setempat. Tak hanya itu, kegiatan ini juga memiliki akses untuk memberikan pendampingan pemilihan maupun rapat komite untuk membuat keputusan substansial.

 

 

Perbincang 2 "Sembalun darurat sampah dan air, saatnya kepala desa menjadi bukan kepala desa biasa"

 

Selain soal pendidikan, SembaluNina juga melahirkan proyek berjudul ‘Bukan Kepala Desa Biasa’ sebagai bentuk dukungan komunitas mengatasi permasalahan lingkungan. Proyek tersebut hadir atas aspirasi perempuan mengenai kepala desa yang selama ini hanya fokus pada pembangunan fisik yang kurang memperhatikan dampak sekitar dan hanya mengulang proyek kerja di tahun sebelumnya. Merujuk pada persoalan pariwisata Sembalun, Perbincang juga berupaya untuk menilik kembali rencana pemerintah terhadap warga sekitar Sembalun dengan menghadirkan Kadispar NTB, Kadispar Lombok Timur, dan Kabid Ekonomi Bappeda. Hasil dari diskusi mengenai persoalan pariwisata Sembalun menghadirkan fakta bahwa secara eksplisit belum ada konsep, arah, dan regulasi yang jelas mengenai perencanaan dan pembangunan untuk pariwisata Sembalun.

 

Bagi Lia, fakta tersebut membuatnya lega karena keterbukaan itulah warga sekitar dan para pemangku kebijakan dapat mengolah kembali arah pembangunan pariwisata dengan memperbaiki aspek-aspek yang belum maksimal teratasi, seperti masalah air, sampah, dan SDM. Saat ini, pemerintah sedang menggandeng SembaluNina dan partner kolaborasi penelitian untuk pembuatan policy brief pariwisata Sembalun.

 

“Hal terpenting yang dapat dilakukan untuk wisatawan adalah mengemas dan menyampaikan informasi berimbang dan menguasai kondisi dan realita desa.” - Baiq Sri Mulya

 

Mengarahkan Kembali Pembangunan Pariwisata Sembalun 

 

Dari segala upaya yang dilakukan Lia untuk memperbaiki kondisi sosial dan lingkungan Sembalun, semuanya merucut pada satu hal, yaitu mengarahkan kembali pembangunan pariwisata Sembalun agar terwujudnya pariwisata berkelanjutan. Menurut Lia, sangat penting bagi warga Sembalun untuk mempunyai pemimpin yang mau memelihara lingkungan dan tak hanya berfokus pada bisnis. Tidaklah penting bagi Lia untuk mendatangkan banyak wisatawan dan memberatkan pada kuantitas. Baginya, kualitas sosial dan lingkunganlah yang menjadi prioritas utama untuk pariwisata Sembalun.

 

 

Perbincang 3 "Pariwisata Sembalun, apa rencana Pemerintah untuk kita dan anak-anak kita?"

 

Untuk mewujudkan pengelolaan pariwisata berkelanjutan, penting bagi pemerintah untuk melibatkan berbagai elemen masyarakat yang bersinggungan dengan Sembalun dan menetapkan regulasi yang jelas dan tegas. Berbagai proyek dengan tema besar ‘Bukan Proyek Biasa’ Lia rencanakan untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan di Sembalun. Mulai dari proyek ‘Bukan Kepala Desa Biasa’, ‘Bukan Kepala Sekolah Biasa’, sampai ‘Bukan Reboisasi Biasa’. Selain itu, Lia berupaya untuk memberdayakan perempuan lokal Sembalun untuk berpartisipasi dalam menjaga kondisi lingkungan dengan memberikan pelatihan produksi film pendek, pelatihan pemandu wisata perempuan, pelatihan pilot paralayang perempuan, dan paket wisata edukasi wisatawan. Dalam misinya memberdayakan perempuan Sembalun, Lia berpendapat bahwa hal terpenting yang dapat dilakukan untuk wisatawan adalah mengemas dan menyampaikan informasi berimbang dan menguasai kondisi dan realita desa.

 

Mendengarnya bercerita tentang lingkungan dan segala tantangannya di Sembalun, mengingatkan kita pada sosok Merpati, tokoh komik perempuan ciptaan Hasmi (Harya Suraminata). Perempuan tangguh dengan kekuatan super untuk mendeteksi arah di manapun ia berada serta memiliki kemampuan bela diri dan terbang. Lia memang tak mampu terbang seperti Merpati, tetapi Lia mampu menjadi sosok pemberani di lingkarannya dan berupaya mengarahkan kembali pembangunan pariwisata di Sembalun bersama dengan komunitasnya.

 

(Raras Anin)

 

 

Artikel ini diterbitkan di laman womentourism.id | 16 Oktober 2020