Hai fellow companions! Siapa nih di antara fellow companions yang suka minum kopi? Kopi adalah salah satu komoditas andalan di Indonesia. Hampir seluruh daerah di Indonesia merupakan penghasil kopi. Beberapa contoh jenis kopi Indonesia yang sudah terkenal adalah kopi Arabika Gayo dari Aceh, kopi Liberika Rangsang Meranti dari Riau, kopi Arabika Kintamani dari Bali, kopi Robusta Temanggung dan lain sebagainya.
Di desa Melung di lereng gunung Slamet, Banyumas, Jawa Tengah, juga merupakan salah satu penghasil kopi di Indonesia. Ada beberapa produsen kopi rumahan di desa ini. Salah satu merek kopi yang sudah dikenal dari daerah ini adalah Lung Coffee yang didirikan oleh Siti Khotimah. Lung Coffee menawarkan dua produk utama yaitu Kopi Lung dan Lung Coffee.
Lung Coffee
Sumber: Dok. Istimewa
Kopi Lung dan Lung Coffee sama-sama merupakan kopi jenis robusta. Perbedaannya berada di proses memasaknya. Kopi Lung dimasak secara tradisional dengan cara disangrai di tungku dan kemudian ditumbuk secara manual. Hasil dari proses ini menjadikan Kopi Lung memiliki aroma sangit atau bau asap yang kuat yang menjadi keunikannya. Lung Coffee melalui proses roasting atau pemanggangan dengan menggunakan mesin sehingga tidak memiliki bau asap yang kuat. Kopi Lung dengan aroma sangitnya yang kuat sangat cocok untuk diseduh menjadi kopi tubruk sedangkan Lung Coffee yang aromanya lebih lembut akan cocok untuk dijadikan sajian kopi ala kafe-kafe kekinian.
Saat ini, Siti menjual Lung Coffee dalam dua ukuran yaitu 100 gram dengan harga Rp15.000,00 dan 150 gram dengan harga Rp25.000,00. Sementara itu, Kopi Lung hanya dijual dalam ukuran 100 gram dengan harga Rp13.000,00. Siti memasarkan produknya dari mulut ke mulut dan saat ini sudah memiliki banyak pelanggan tetap. Pelanggannya tidak hanya perorangan melainkan juga kafe-kafe di sekitar Banyumas. Untuk kafe-kafe ini, biasanya Siti menjual kopinya dalam bentuk roast bean atau biji kopi yang sudah dimasak namun belum ditumbuk.
Bangkit dan Berdiri Lebih Kuat
Sebelum menjalani bisnis Lung Coffee, Siti bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik bulu mata palsu. Namun, nasib malang menimpa Siti ketika suatu saat ia mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Akibatnya, Siti mengalami trauma dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya.
Merasa kurang produktif setelah tidak bekerja, Siti rajin mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pemerintah daerah setempat. Pada tahun 2017, ia mengikuti PKH (Program Keluarga Harapan) dan kemudian tergabung dalam KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dengan beberapa orang lain dari desanya. Awalnya, kelompok Siti memproduksi keripik. Namun, setelah ada arahan dari pendamping, Siti akhirnya mengetuai sebuah kelompok kopi.
Siti sedang memasarkan produknya di pameran lokal.
Sumber: Dok. Istimewa
Siti kemudian dibekali lagi dengan pelatihan pengemasan produk. Dari situlah Siti terdorong dan semakin bersemangat untuk menjalani bisnis kopi bersama kelompoknya. Sayangnya, setelah berjalan 8 bulan, terjadi konflik kepentingan dalam kelompok tersebut sehingga Siti memutuskan keluar dari kelompok tersebut dan melakukan produksi kopi secara mandiri. Setelah berjalan sendiri, Siti melegalkan produknya dengan mendaftarkan NIB (Nomor Induk Berusaha) dan izin PIRT (Produk Industri Rumah Tangga) untuk Lung Coffee.
Lika-liku Berbisnis Kopi
Siti mengawali usahanya dengan niat sebagai usaha sambilan setelah menjadi ibu rumah tangga. Maka dari itu, ia tidak ingin terlalu ambisius karena takut kewalahan. Skalanya bisnisnya masih belum besar dan sebagian besar proses produksi serta pemasaran ia kerjakan sendiri. Jika sedang ada banyak pesanan, ia biasanya dibantu oleh suami, adik, atau sepupunya untuk menumbuk kopi.
Selama satu bulan, Siti bisa memproduksi 40-50kg kopi bubuk tetapi yang biasanya terjual hanya 30-35kg. Hal ini terjadi karena Siti sering menampung kelebihan panen kopi dari petani. Ia kerap merasa kasihan dengan petani kopi lokal yang kadang memiliki surplus stok dan ingin membantu mereka agar tetap bisa menjual kopinya.
Awalnya, Siti memberdayakan petani kopi Melung. Namun, lama-kelamaan kualitasnya tidak sesuai yang diharapkan dan ada beberapa petani kopi yang mengklaim kopi dari desa lain sebagai kopi asli Melung. Akhirnya sekarang Siti membeli biji kopi dari Sunyalangu, Karanglewas karena petani di sana sudah diedukasi dan memiliki hasil panen yang baik. Siti mengakui bahwa mencari biji kopi yang sesuai standarnya bukan hal yang mudah.
Siti sedang menyangrai kopi secara manual.
Sumber: Dok. Istimewa
Selain itu, Siti juga memiliki tantangan lain. Saat ini, ia belum memiliki karyawan dan alat produksi yang cukup sehingga produksinya terbatas karena semua dilakukan secara manual. Produksi manual ini juga menjadikan harga jual yang lebih tinggi dari di pasaran dan mengharuskan Siti untuk mencari target pasar yang tepat.
Saat ini, saluran pemasaran utama Lung Coffee adalah lapak ASPIKMAS (Asosiasi Pengusaha industri Kecil Menengah Banyumas) dan pelanggan setianya yang sudah berlangganan. Siti belum berniat untuk jualan kopi secara online karena belum akrab dengan teknologi. Ia juga belum mau untuk menitipkan produknya ke toko-toko karena prosesnya yang tidak mudah. Meskipun begitu, ia sering dibantu promosi oleh pemerintah desa Melung dengan cara membeli produknya sebagai oleh-oleh untuk pejabat yang berkunjung ke balai desa Melung.
Apabila fellow companions ingin membeli produk Lung Coffee, kalian bisa langsung menghubungi Siti melalui nomor WhatsApp berikut +62 857-2597-4083. Mari kita dukung produk lokal bersama-sama!
Ditulis oleh Hanin Banurukmi.
diterbitkan pada laman womentourism.id | 20 Juni 2021