Dini Hajarrahmah, Perempuan Penggerak Wisata Berbasis Masyarakat dan Ramah Lingkungan

Perkenalkan Dini Hajarrahmah atau akrab disapa Dini. Perempuan yang lahir di Semarang dan pernah mengenyam pendidikan S1-nya di Universitas Diponegoro tersebut sejak dulu memang sudah memiliki hobi backpacker-an dan berpetualang. Bahkan, semasa kuliah  dulu Dini pernah melakukan open trip dalam rangka menjalankan program kegiatan yang didanai pada ajang PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) melalui pengembangan Eco Travel ke Karimunjawa. Tidak sebatas berkompetisi di ajang PKM, Dini bersama rekan timnya pada saat itu berhasil mengadakan trip berulang kali ke Karimunjawa. Di mana pada waktu itu masih belum banyak orang yang mengenal dan datang berkunjung ke Karimunjawa seperti halnya saat ini.

 

Sumber: https://www.instagram.com/dinihajarrahmah/

 

Selepas menyelesaikan studi S1-nya, Dini bekerja di salah satu perusahaan di Ibu Kota. Pengalaman bekerja menjadi HR Employer Branding tidak membuat Dini berpuas diri. Ia ingin melakukan sesuatu di luar pekerjaan utamanya yang bisa memberikan impact sekaligus menyalurkan passion traveling yang ia miliki. Oleh karena itu, pada tahun 2014 Dini memutuskan untuk membuka open trip pertamanya. Open trip pertama yang digagas Dini pasca lulus kuliah tersebut berupa open trip ke Krakatau bersama dua orang rekan kuliahnya yang pada saat itu juga bekerja di Ibu Kota. Dari sanalah cikal-bakal berdirinya Wanderlust Indonesia. Hebatnya, sejak pertama kali merintis Wanderlust Indonesia dan melakukan open trip pertamanya, Dini dan rekannya sudah mengaplikasikan konsep volunteering di setiap kegiatan wisata yang mereka kembangkan.

 

Sumber: Dokumentasi Wanderlust Indonesia

Mulanya Dini sempat tidak menyangka bahwa open trip yang menyertakan konsep volunteering tersebut mendapat respon yang baik dari orang-orang di sekitarnya. “Ada ya orang yang mau ikut jalan-jalan, mereka yang bayar, tapi setelah sampai di lokasi, selain liburan mereka malah diajak kegiatan volunteer”, seru Dini sembari mengingat kembali awal cerita perjalanannya di Wanderlust Indonesia. 

Petualangan Dini menyinggahi satu destinasi ke destinasi lain membuatnya kerap berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal di destinasi yang disinggahi. Dari interaksinya dengan masyarakat tersebut, Dini mulai menyadari bahwa ada gap yang besar antara masyarakat lokal dengan pembangunan wisata yang ada di daerah. 

 

“Saya merasa masyarakat lokal masih sekedar menjadi penonton di tanah mereka sendiri, padahal yang sedang dikembangkan adalah potensi wisata yang ada di daerah mereka”, ungkap Dini. Selain itu, konsern lain yang mendorong Dini semakin mantap untuk fokus mengembangkan kegiatan wisata berbasis masyarakat adalah karena kondisi tempat wisata di Indonesia yang tidak pernah selesai dengan persoalan sampah.

Berangkat dari keresahannya tersebut, Dini bertekad untuk  mengembangkan konsep berwisata yang unik dan edukatif namun tetap berkelanjutan, meskipun berbeda dari kebanyakan trend berwisata di Indonesia. Tidak berselang lama sejak Dini mendirikan Wanderlust Indonesia, Dini lalu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2-nya dengan mengambil konsentrasi yang sejalan dengan bidang yang sedang ia tekuni. 

Dini berhasil meraih beasiswa S2-nya di Boston University dengan konsentrasi Economic Development and Tourism Management. Pengalaman yang diperoleh Dini selama melanjutkan pendidikan S2 semakin membuatnya memahami bagaimana persoalan riil destinasi wisata yang ada di berbagai negara yang ternyata tidak jauh berbeda dengan di Indonesia yaitu, masih perihal monopoli dan masyarakat yang materialistis. 

Sumber: https://www.instagram.com/dinihajarrahmah/

Berbekal pengalaman mengenyam pendidikan masternya, selepas lulus dari Boston University Dini memutuskan pengembangan Wanderlust Indonesia ke arah yang lebih serius. Sehingga pada tahun 2017, Dini mengajukan legalitas untuk Wanderlust Indonesia menjadi PT dengan tujuan agar dapat  memaksimalkan program pemberdayaan dan dampaknya kepada masyarakat.

Pelaksanaan program yang digagas Dini untuk Wanderlust Indonesia dieksekusi bersama timnya dengan mengikutsertakan lokal champion (masyarakat lokal) dari kelompok sadar wisata yang bertugas sebagai perpanjangan tangan tim Wanderlust Indonesia di daerah-daerah tempat mereka bermitra seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatra, Pulau Bali, Lombok, dan Flores. Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Dini melalui Wanderlust Indonesia telah disesuaikan dengan minat masyarakat dan potensi yang dimiliki daerah itu. 

Perjalanan Dini sebagai perempuan yang berkarir di dunia pariwisata menuai banyak tantangan. Banyak yang berpandangan bahwa sektor pariwisata terutama di lapangan didominasi laki-laki dan hanya bisa dipimpin oleh laki-laki. Dan menurut Dini, bahkan beberapa mitranya yang tersebar di berbagai daerah masih memiliki mindset bahwa pemimpin itu adalah laki-laki. Lebih-lebih masih mengakar kuat stigma di masyarakat yang mengharuskan perempuan untuk tinggal di rumah saja dibandingkan ikut terlibat di dalam kegiatan kemasyarakatan. Sehingga tidak heran apabila masih ada yang memandang sebelah mata ketika perempuan memimpin sebuah project di lapangan.

Menurut Dini, “Terlepas dari pandangan orang tentang keterlibatan perempuan, kita sebagai perempuan sudah seharusnya tampil berani dan memimpin”.

Sumber: Dokumentasi Wanderlust Indonesia

Dini melalui Wanderlust Indonesia juga ikut serta membantu perempuan di daerah untuk mandiri dan berdaya melalui program-program training yang Dini dan timnya galakkan. Training-training yang pernah diberikan kepada perempuan diantaranya berupa pengadaan training untuk perempuan melalui pengolahan limbah sampah plastik yang diolah menjadi barang serbaguna, pengadaan training hospitality kepada perempuan pemilik homestay di Ujung Kulon, dan mengedukasi perempuan anggota UMKM di Subang tentang bagaimana merancang packaging yang menarik sampai dengan memberikan edukasi tentang pemasaran produk secara online.   

Harapan Dini melalui pengadaan training-training tersebut, perempuan semakin berdaya dan percaya diri, serta tidak selalu bergantung kepada suami mereka. Bahkan, Dini menegaskan, “Bayaran yang kami berikan kepada perempuan yang terlibat itu wajib kami berikan secara langsung kepada mereka tidak melewati perantara rekening suami mereka karena kami ingin perempuan yang terlibat merasa diapresiasi dan bangga atas usaha dan kerja keras mereka”, ujarnya. 

Sedikit mundur ke belakang, ada kisah menarik dari perjalanan riset yang Dini lakukan ketika menyelesaikan tesis S2-nya. Hal itu bermula saat Dini melakukan penelitian mengenai pengembangan coffee tourism di Flores. Ketika akan melaksanakan uji coba pelaksanaan coffee trip sebagai salah satu bagian dari kegiatan penelitiannya, Dini menemukan sesuatu yang unik pada perempuan di sana. Keunikan tersebut adalah  para petani kopi yang Dini temui di Flores didominasi oleh perempuan. Hal tersebut membuat Dini penasaran karena yang demikian tidak lumrah terjadi di Indonesia. 

Usut punya usut, setelah di gali lebih dalam lagi Dini menemukan bahwa di Flores terdapat paham matrilinealisme di mana perempuan dapat mendominasi di berbagai lini pekerjaan salah satunya diwariskan lahan kebun kopi sekaligus menjadi pengolah hasil kopi itu sendiri. Kemudian, di dalam penelitian tersebut Dini mengajak para perempuan selaku petani kopi untuk dapat berperan sebagai guide yang akan menceritakan secara detail tentang seluk beluk kopi di Flores mulai dari proses awal sampai dengan memperlihatkan proses pembuatan kopi secara langsung kepada wisatawan. Untuk merealisasikan hal tersebut, Dini menggandeng Dinas Pariwisata dan Dinas Perkebunan di Bajawa dalam rangka pengadaan training bagi para perempuan petani kopi. Sebuah pengalaman yang mengesankan bagi Dini ketika akhirnya menemukan bahwa ternyata perempuan dapat mendominasi peranan penting di lapangan.

“Perempuan memiliki peranan penting dalam berlangsungnya kegiatan wisata, mulai dari mengelola homestay, memasak, sampai dengan menjadi tour guide sehingga dengan jumlah mereka yang besar peran perempuan di destinasi wisata sangat krusial“, ungkap Dini. 

Sumber: https://www.instagram.com/dinihajarrahmah/

Selain itu, melalui pengalamannya sebagai perempuan yang bekerja juga sekaligus menjadi ibu, menurut Dini dibutuhkan pasangan yang dapat memberikan dukungan penuh kepada pekerjaan perempuan, terlebih pada saat perempuan memiliki project di lapangan. “Akan lebih mudah bagi perempuan yang sudah menikah untuk terlibat aktif apabila pasangannya juga proaktif dalam mengurus urusan rumah tangga. Disitulah tantangan besar berkarir bagi perempuan di Indonesia”, ujar Dini.

Pesan Dini kepada perempuan yang ingin memulai atau sedang merintis usaha pariwisata adalah, “Ketika ingin merintis usaha di sektor pariwisata, hal pertama yang penting untuk dilakukan oleh perempuan adalah menemukan tim dan support system. Karena ide yang brilian saja tidak cukup tanpa tim dan support system yang kuat”.

Selanjutnya, menurut Dini untuk menjadi idealis itu bagus, akan tetapi yang paling penting adalah memikirkan formula bagaimana bisnis itu dapat sustainable dan profitable. Karena terkadang banyak orang ketika memulai bisnis mereka ingin mengejar impact yang besar, namun melupakan bagaimana menyusun ide bisnis yang strategis agar bisnis mereka dapat bertahan. “Ketika bisnis sudah menemukan ruhnya, maka bisnis yang kita bangun akan mampu bersaing, dengan sendirinya nanti impact yang besar itu akan mengikuti’”, pungkasnya.  

Sumber: Dokumentasi Wanderlust Indonesia

Adapun, harapan Dini untuk pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Indonesia adalah teman-teman yang terlibat di dalam usaha pariwisata di daerah semakin berdaya. Kunci dari terlaksananya Pariwisata Berbasis Masyarakat itu sendiri tidak lain adalah keterlibatan penuh dari masyarakat lokal. Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat lokal yang mandiri dan berdaya adalah dengan meningkatkan skill-skill yang mereka miliki. Bagi Dini, masyarakat lokal harus bisa menjadi tuan di rumah mereka sendiri, bukan hanya penonton belaka melainkan menjadi aktor utama penggerak pariwisata di daerah  tanpa banyak diintervensi oleh pihak luar.

Harapan Dini untuk traveler atau wisatawan terutama untuk domestik traveler agar bisa lebih meningkatkan awareness mereka ketika  berwisata dan dapat menerapkan value-value Pariwisata Berbasis Masyarakat dengan cara membeli produk masyarakat lokal, memilih living in di homestay yang dikelola oleh masyarakat lokal, traveling dengan minim sampah sehingga secara tidak langsung mereka ikut serta menjaga lingkungan destinasi wisata yang mereka kunjungi.

“Hal-hal seperti itu yang saya rasa masih harus ditingkatkan oleh traveler kita yang ada di Indonesia.” Kemudian Dini juga menambahkan, “Apabila destinasi dan masyarakat lokal sudah siap, kemudian travelernya memiliki pemahaman yang baik tentang Pariwisata Berbasis Masyarakat, harapannya pariwisata di Indonesia kedepannya akan semakin membaik dan semakin menebarkan impact positif kepada masyarakat, juga lingkungan.”

Jadi, sudah kah Fellow Companions menerapkan salah satu atau lebih value dari Pariwisata Berbasis Masyarakat ketika berwisata? Jika belum, tidak ada kata terlambat untuk menjadi traveler atau wisatawan yang bertanggung jawab. Yuk, mulai perubahan kecil dari diri sendiri Fellow Companions!

 

Ditulis oleh Holy Cloudia

diterbitkan pada laman womentourism.id | 24 Juli 2021