Sesuai dengan SDGs (Sustainable Development Goals) nomor 5 mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, artikel yang ditulis oleh Nassani dkk. pada tahun 2018 berbicara mengenai dampak pariwisata dan keuangan pada pemberdayaan perempuan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa demi mencapai tujuan SDGs nomor 5, melalui pengembangan pariwisata mendikte dunia agar “pariwisata membuka pintu bagi perempuan”, selanjutnya meluncurkan laporan global mengenai perempuan dalam pariwisata pada tahun 2010 yang dianggap sebagai salah satu dasar untuk memasukkan perempuan dalam agenda kebijakan. Sektor pariwisata memainkan peran penting untuk mengurangi ketidaksetaraan gender dengan memberikan akses kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, mengakses sumber daya, serta kesempatan lebih untuk mendapat pekerjaan secara bermartabat (UNWTO, 2010). Rencana aksi pemberdayaan perempuan melalui pariwisata dilakukan dengan melibatkan gugus tugas pemangku kepentingan untuk mempromosikan perempuan melalui kampanye internasional, berbagi pengetahuan, dan mempromosikan kesetaraan gender di sektor pariwisata.
Namun pada kenyataanya hal ini masih menjadi suatu kesulitan di banyak negara di dunia. Sedangkan penelitian sebelumnya menemukan bahwa disparitas gender dalam pendidikan dan pekerjaan membawa dampak negatif pada pertumbuhan jangka panjang suatu negara, dalam artikel ini negara yang dimaksud adalah negara-negara di Eropa yang memiliki dampak luas dari aspek pariwisata internasional dan keuangan pada pemberdayaan perempuan di seluruh dunia.
Sejumlah studi membahas bahwa pariwisata adalah kegiatan yang sangat gender, tetapi anggapan terhadap kegiatan ini masih berkaitan dengan eksploitasi seksual, padahal banyak aspek gender lainnya pada pariwisata seperti pemberdayaan khususnya perempuan. Sejumlah model pemberdayaan perempuan telah diusulkan, tetapi sedikit yang menyoroti apa yang dimaksud dengan pemberdayaan tersebut, artikel ini mengatakan bahwa pemberdayaan yang dimaksud adalah kualitas hidup yang tinggi dalam hal kebebasan, kesehatan atau pengetahuan, sehingga pendekatan pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin sangatlah penting karena menyoroti aspek ketidaksetaraan yang mengakar pada kebijakan.
Studi tentang pariwisata telah mengkonfirmasi adanya segmentasi antara pekerjaan perempuan dan laki-laki, di mana pekerjaan perempuan sebagian besar memiliki posisi yang bergaji rendah seperti petugas kebersihan,petugas perhotelan dan ritel. Literatur tentang pariwisata mengamati kondisi kerja di jaringan hotel lokal dan internasional secara khusus melalui perspektif gender, mereka mengkritik bahwa kondisi ini sangatlah buruk, sedikit peluang pengembangan karir dan tingkat remunerasi yang perempuan miliki ILO (2001). Mereka juga cenderung menjadi yang pertama terkena dampak ketika terjadi pengurangan tenaga kerja akibat dari resesi atau penyesuaian dengan teknologi baru.
Dalam artikel ini dikatakan adanya pengaruh yang signifikan dari tersedianya lapangan kerja pariwisata terhadap pemberdayaan perempuan, maka dari itu dengan dibuatnya agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memasukkan perempuan dalam sektor pariwisata dinilai sangat membantu, karena dalam pariwisata berbasis pedesaan sebagian besar perempuan memiliki pekerjaan lebih produktif daripada laki-laki untuk mempromosikan warisan budaya, bahasa, makanan, kerajinan tangan, dan lain-lain. Sedangkan dari aspek keuangan, pemodalan diperlukan perempuan untuk memulai kegiatan wirausaha agar bisa berdaya dan berkontribusi secara finansial dalam masyarakat dan rumah tangga, kondisi ‘gender gap’ dalam industri bisnis perlu diperhatikan di mana perempuan lebih sulit untuk mendapatkan akses pinjaman modal dan nilai suku bunga yang menghambat pertumbuhan serta kelangsungan hidup bisnis mereka.
Hasil penelitian mengatakan bahwa pemberdayaan perempuan melalui pariwisata internasional menggunakan aspek keuangan termasuk kredit mikro, keuangan mikro, pendidikan, dll menunjukkan bahwa indeks paritas gender dalam hal pendaftaran sekolah dasar dan menengah anak perempuan terhadap anak laki-laki meningkat secara substansial.
Institut Eropa untuk kesetaraan gender (EIGE, 2018) mengusulkan sejumlah cara yang memungkinkan perempuan untuk dapat memperoleh manfaat dari pembangunan pariwisata dan keuangan, yaitu:
- Memperluas pembangunan pariwisata dan keuangan sehingga perempuan memperoleh kesempatan kerja yang lebih besar di sektor transportasi,makanan dan minuman,kerajinan lokal,dll.
- Pemberdayaan yang memberikan lebih banyak otonomi kepada perempuan untuk membuat keputusan rumah tangga, pendidikan, kesehatan anak, harga diri, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat termasuk berkontribusi dalam aspek ekonomi.
- Melakukan promosi dan pendanaan untuk pariwisata berbasis pedesaan melalui UKM agar dapat memberikan pendapatan yang lebih produktif sekaligus melestarikan budaya tradisional.
- Mengoreksi kebijakan mengenai pasar tenaga kerja dimana dalam pengambilan keputusan perlu untuk memperhatikan pemberdayaan perempuan.
- Adanya kebijakan yang melindungi perempuan dari pelecehan seksual dan perdagangan. Faktor ini membantu mencapai pemberdayaan perempuan dan pertumbuhan industri pariwisata yang berkelanjutan.
Paparan di atas membuktikan pengaruh dari pariwisata internasional terhadap pemberdayaan perempuan, oleh karena itu untuk merealisasikannya diperlukan perumusan agenda kekuatan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan yang berlaku untuk seluruh negara di dunia, hal ini akan sangat mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang sesuai dengan SDGs nomor 5.
Sumber:
Nassani, Abdelmohsen A., Aldakhil, Abdullah Mohammed.,
Abro, Muhammad Moinuddin Qazi., Islam, Talat., & Zaman, Khalid. (2018). The Impact of
Tourism and Finance on Women Empowerment.Journal of Policy Modeling.
https://doi.org/10.1016/j.jpolmod.2018.12.001
Jurnal Review: Dwi Putri Nuraini
Artikel ini dipublikasikan pada laman womentourism.id | 11 Agustus 2021