30 Agustus 2025

Meski dinyatakan berada dalam urutan 10 teratas sebagai salah satu negara terbaik dalam implementasi nilai-nilai kesetaraan gender berdasarkan penilaian di tahun 2017 oleh World Economic Forum’s Global Gender Gap Index yang memusatkan perhatian terhadap performa negara-negara Asia dari segi kesetaraan pada akses pendidikan, kesehatan, pendapatan ekonomi dan partisipasi politik (Johnny Wood, 2018), fenomena ketidaksetaraan dalam ruang lingkup sosial dan domestik nyatanya masih menjadi suatu persoalan khusus di Indonesia. Hasil survei daring yang diselenggarakan pada 15 September 2023 - 3 November 2023 dengan melibatkan sebanyak 2.217 responden dari berbagai latar belakang profesi, yang mana survei tersebut merupakan inisiasi langsung dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan bekerja sama dengan Katadata Insight Center, menunjukkan fakta bahwa 79.3% perempuan Indonesia masuk dalam klasifikasi kelompok perempuan yang menanggung beban ganda, atau secara harfiah, mereka juga memiliki tanggung jawab pekerjaan domestik beserta tugas-tugas perawatan lainnya di luar tanggung jawab terhadap profesi mereka, yang mana hal tersebut meliputi tugas untuk merawat kebersihan rumah, menjamin kualitas tumbuh kembang anak, merawat suami serta melayani kebutuhan maupun tuntutan-tuntutan lainnya yang umumnya juga dilayangkan oleh pihak keluarga besar (Achmad Zulfikar Fazli, 2023).
Hal ini patut menjadi perhatian bagi kita semua sebab meskipun 66.2% responden perempuan yang berpartisipasi dalam program survei tersebut menyatakan kesediaannya untuk memprioritaskan tugas-tugas perawatan dalam ruang lingkup domestik dibandingkan tanggung jawab profesionalnya, secara sistematis fenomena ini akan menjadi afirmasi besar terhadap kondisi perempuan yang memiliki jam kerja lebih panjang (sebagai bentuk konsekuensi atas penggabungan durasi antara jam kerja di ruang lingkup profesional dan di ruang lingkup domestik), dan secara otomatis juga akan memiliki jam istirahat yang lebih singkat, namun dengan nominal pendapatan yang cenderung sama dengan kelompok laki-laki yang jumlah populasinya tidak sebanyak perempuan dalam hal tanggungan beban ganda. Makna atas penerapan nilai-nilai kesetaraan gender tentunya layak untuk dipertanyakan kembali.
Sementara itu, masih dalam cakupan wilayah Indonesia, terdapat salah satu komunitas yang cukup menarik perhatian sebab dinilai mampu membawa angin segar perubahan atas pola ketidaksetaraan yang masih kerap terjadi pada lingkungan sosial domestik, terutama terhadap individu dan kelompok perempuan. Komunitas tersebut menamai diri mereka dengan sebutan Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu. Komunitas ini tidaklah terafiliasi secara khusus dengan kelompok etnis tertentu, sebab masing-masing komponen yang terkandung di dalam format penamaannya, sudah memiliki arti secara terminologisnya sendiri.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern yang dituliskan oleh Muhammad Ali (2009: 467, dikutip oleh Hanny Cahyaningrum, dkk, 2020), kata Suku yang selanjutnya menjadi inspirasi bagi konsep penamaan dari komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu, memiliki arti yang berupa kaki, atau secara kontekstual, penggunaan diksi suku ini dimaksudkan untuk mempertegas kembali bahwa sejatinya manusia harus mampu untuk berdiri di atas kakinya sendiri dalam menjalani kehidupan, serta mampu menentukan tujuan hidup termasuk dengan segala konsekuensinya, secara mandiri. Kemudian ada kata Dayak yang terinspirasi dari diksi ngayak, diayak, atau berarti menyaring, sehingga dari pilihan kata tersebut dapat dimaknai bahwa setiap individu dan kelompok, sudah selayaknya mampu untuk memilah-milah segala jenis komponen perbuatan maupun produk pemikiran yang dirasa baik atau sebaliknya justru dapat membawa implikasi buruk.
Selanjutnya adalah pemaknaan dari kata Budha yang diambil dari bahasa Jawa yakni wudha, atau berarti tidak menggunakan sehelai benang pun, yang mana penggunaan diksi ini dimaksudkan untuk membangun ingatan kembali bahwa setiap dari kita pada dasarnya terlahir dengan kondisi tanpa menggunakan sehelai apapun, tidak jauh berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya di alam semesta ini, sehingga sudah selayaknya jika manusia juga dalam keseharian hidupnya selalu mengingat alam serta berkontribusi dalam menjaga keseimbangannya. Berikutnya adalah kata Hindu yang menurut penjelasan dari salah satu anggota komunitas terkait, memiliki makna berupa rahim atau kandungan, yang ditujukan untuk mempertegas kembali bahwa di setiap generasi manusia yang terlahir hingga mampu menciptakan peradaban dunia, tidaklah terlepas peran serta kontribusi perempuan secara umum maupun sosok ibu secara khusus, yang secara alamiah dianugerahi dengan organ rahim sehingga sangatlah wajar bila perempuan wajib memperoleh penghormatan dan apresiasi secara penuh, termasuk pada lingkungan komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu (Hanny Cahyaningrum, dkk, 2020: 74).
Sedangkan untuk kata Bumi Segandu merupakan hasil kombinasi langsung dari interpretasi terhadap diksi Bumi yang berarti eksistensi secara fisik, serta Segandu yang berartikan sekujur tubuh, dan secara kontekstual pemilihan dari diksi ini ditujukan sebagai simbol manifestasi kekuatan dalam menjalankan kehidupan. Lalu pada jenis kata Indramayu terdapat tiga klasifikasi kata yang juga digabungkan menjadi satu kesatuan untuk menciptakan sebuah pemaknaan yang tidak kalah besar dengan pilihan-pilihan diksi sebelumnya, yaitu In yang berarti inti, Dra yang diambil dari kata Darma atau orangtua, serta Ayu yang bisa dimaknai secara harfiah sebagai “cantik” atau penggambaran kata sifat yang identik dengan perempuan (Puspita Wulandari, dkk. 2015).
Tidak hanya direpresentasikan melalui pemilihan makna serta diksi nama, wujud upaya penghormatan terhadap perempuan juga direalisasikan melalui penetapan relief Nyi Dewi Ratu Kembar pada bangunan pendopo yang dimiliki oleh komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu, yang mana sosok Nyi Dewi Ratu Kembar ini merupakan sebuah wujud personifikasi terhadap kekuatan yang menjadi sumber kehidupan, dan salah satu bentuk penghargaan atas persona Nyi Dewi Ratu kembar adalah dengan menerapkan perilaku loyalitas terhadap istri dan atau pasangan perempuan (Hanny Cahyaningrum, dkk, 2020: 75). Di dalam komunitas ini yang sangat menekankan pentingnya keseimbangan alam serta betapa terhormatnya kedudukan perempuan yang dianggap sebagai pemberi kehidupan bagi manusia melalui organ tubuh rahim yang dianugerahkan Tuhan kepadanya sejak ia pertama kali diciptakan, pada umumnya perempuan diberikan kebebasan penuh dalam menentukan jalan kehidupannya termasuk dalam hal memilih antara kehidupan profesional atau domestik, dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap laki-laki untuk berkontribusi secara utuh dalam mengelola tugas-tugas domestik sekalipun ia juga sudah memiliki tanggung jawab pokok di ranah profesional, dan tidak diperkenankan bagi laki-laki untuk memberikan intervensinya terhadap setiap keputusan yang diambil maupun pada aspek-aspek kegiatan yang dijalankan oleh perempuan (ibid: 72).
Artikel ini diterbitkan di laman womentourism.id| 30 Agustus 2025
Writer:
Tarisyah Widi Shabira
Awardee of Turkiye Burslari Scholarship for Master Program
Referensi:
-
Hanny Cahyaningrum, dkk. 2020. Gender dalam Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu. 357813-gender-dalam-komunitas-suku-dayak-hindu-bb851391.pdf
-
Puspita Wulandari, dkk. 2015. Kedudukan dan Peran Perempuan pada Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu dalam Sistem Sosial. (PDF) KEDUDUKAN DAN PERAN PEREMPUAN PADA KOMUNITAS
-
Johnny Wood. 2018. Asia’s 10 Most Gender Equal Countries. Asia’s 10 most gender equal countries | World Economic Forum
Sumber foto: Vrogue.co