Fakta Dua Sisi Negara Brazil: Antara Gemerlap Festival dan Gelapnya Kehidupan Masyarakat Perempuan

23 Januari 2025

Hal apa yang terlintas dalam ekspektasi sobat WTID saat mendengar tentang negara Brazil? apakah itu perihal gemerlapnya Kota Sao Paulo, keindahan destinasi wisata Iguazu Falls yang juga sudah memperoleh pengakuan dari UNESCO, ataukah mengenai seberapa populernya Cristo Redentor yang menjadi salah satu ikon ternama dari Kota Rio de Janeiro? 

Sudah sejak lama Brazil dikenal sebagai destinasi terpopuler di kalangan wisatawan untuk ruang lingkup kawasan Amerika Selatan, bahkan grafik data pada situs World Bank juga mencatatkan tren peningkatan terhadap jumlah wisatawan selama dua dekade terakhir, khususnya di periode tahun 2013 yang mana akumulasi pengunjung dari berbagai belahan dunia tercatat berada pada angka 5.813.000, lalu mengalami lonjakan di tahun berikutnya sehingga menjadi 6.430.000, dan seterusnya sampai dengan tahun 2019, capaian nominal tersebut masih secara konsisten berada di rentang angka 6.000.000 wisatawan. 

Selain dilengkapi oleh berbagai pilihan wisata populer dan unik seperti halnya Pantai Copacabana, Sugar Loaf, Recife atau yang kerap dijuluki sebagai “Venice of Brazil” karena dikelilingi oleh sungai dan hutan tropis, Brazil juga menawarkan banyak opsi kegiatan dengan nuansa sejarah dan kebudayaan, yang tentunya berperan besar dalam meningkatkan daya tarik pariwisata dari negara ini. 
 
Sebut saja Karnaval Rio, diselenggarakan setiap tahunnya dan selalu berhasil memperoleh atensi para wisatawan lokal maupun mancanegara dengan turut mengkombinasikan ragam kesenian musik, tari, kompetisi parade, serta kreasi outfit yang penuh warna. Karnaval ini mengingatkan kembali pada momentum festival di masa Yunani dan Romawi Kuno, namun sudah lebih dikembangkan dengan penyisipan elemen-elemen kebudayaan Brazil dan Afrika, bahkan Karnaval Rio disebut-sebut memiliki kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan ekonomi Kota Rio de Janeiro.
 
Terdapat juga selebrasi Festa Junina, yang kali ini lebih banyak mengangkat unsur tradisionalitas, mulai dari pilihan makanan yang disajikan, komponen outfit yang digunakan, hingga jenis topik yang dikembangkan, berupa gambaran kehidupan pedesaan, musim panen, dan tradisi Katolik.
 

Ada pula kegiatan tahunan Oktoberfest (Blumenau) yang juga menciptakan pengaruh signifikan terhadap perekonomian Kota Blumenau di Brazil melalui sektor kuliner (restoran-restoran lokal) maupun perhotelan setempat, dan perhelatan Oktoberfest yang sangat terkenal dengan agenda kebudayaan bir serta pertunjukan seni dan live music-nya ini ternyata bermula dari kedatangan para imigran Jerman yang memutuskan untuk menetap di Blumenau sembari memperkenalkan tradisi asal negaranya.

Namun, apakah seluruh aspek kehidupan masyarakat Brazil juga sama cerahnya dengan tradisi festivalnya? Di tahun 2013, Brazil mencatatkan rekornya sebagai negara peringkat 5 teratas pada skala internasional untuk kategori tingkat pembunuhan terhadap perempuan, dengan total sebanyak 4.762 perempuan telah dihilangkan nyawanya dalam sepanjang tahun tersebut, dan negara ini memiliki selisih peringkat yang sangat tipis dengan negara Amerika Latin lainnya.

Seperti El Salvador yang menduduki peringkat pertama dengan tingkat kematian adalah 8.9 per 1.000 orang pada tahun 2012, Colombia di peringkat kedua dengan tingkat kematian 6.3 per 1.000 orang pada tahun 2012, Guatemala di peringkat ketiga dengan tingkat kematian 6.2 per 1.000 orang pada tahun 2012, sementara peringkat keempatnya diduduki oleh Rusia yang memiliki tingkat kematian 5.3 per 1.000 orang pada tahun 2011.

Tidak berhenti sampai di sini, pada tahun 2014 terdapat 47.646 kasus yang dilaporkan terkait dengan pemerkosaan terhadap perempuan, bahkan sumber referensi lain menyebutkan bahwa sebanyak 42% lelaki Brazil berpendapat jika perempuan menggunakan outfit yang “memprovokasi”, maka para perempuan ini tidak berhak untuk memprotes apabila menerima tindak kekerasan seksual. Selain itu, sebuah survey pada 10.000 perempuan yang berdomisili di Brazil menunjukkan hasil bahwa setidaknya 27% dari mereka pernah mengalami kekerasan domestik dalam hidupnya. 

Sedangkan pada rilis laporan yang dikeluarkan oleh national hotline (call 180) di negara tersebut, menyatakan sejak satu dekade awal pengoperasiannya yakni di tahun 2005 sampai dengan 2015, sebanyak 4.7 juta panggilan sudah diterima, dan lebih dari 50% kasus diantaranya merupakan jenis kekerasan fisik terhadap perempuan, kemudian 27.7% nya adalah jenis kategori kekerasan secara psikologis. 

Sedangkan di tahun 2016 tercatat secara estimasi lebih dari 12 orang perempuan di Brazil menjadi korban pembunuhan setiap tahunnya. Kemudian untuk tahun 2018, Sao Paulo yang merupakan salah satu kota paling populer di Brazil, telah memberikan kontribusi terbesar pada akumulasi kasus pemerkosaan dan femisida (tindak pembunuhan serta jenis perbuatan kriminalitas lainnya yang didasarkan pada aspek kebencian terhadap perempuan dan gender tertentu).
 
Bahkan dalam rentang periode bulan Oktober 2019 sampai dengan September 2020, Brazil menyumbang hingga lebih dari 40% angka kasus pembunuhan terhadap kelompok transgender secara global, yang menjadikannya sebagai salah satu negara paling berbahaya di dunia untuk kelompok perempuan maupun LGBTQ+. Persoalan sosial dan kriminalitas lainnya yang dihadapi oleh Brazil adalah perdagangan narkoba dalam skala internasional, di samping tingginya fenomena kesenjangan ekonomi. 
 
Mayoritas negara Amerika Latin tampaknya memang memiliki permasalahan yang pelik terhadap upaya pemberantasan kasus kekerasan berbasis gender, sekalipun banyak dari negara-negara tersebut telah menjanjikan berbagai gemerlap hiburan dan pariwisata berbasis apresiasi nilai-nilai sejarah dan kebudayaan, yang padahal secara esensinya antara komponen pariwisata, sejarah, dan kebudayaan, sangatlah tak terpisahkan dengan kontribusi dan kehadiran perempuan maupun ragam gender di dalamnya. 
 
Sebagai contoh atas permasalahan pelik ini yaitu negara El Salvador yang sempat menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus femisida, dengan diperkuat oleh proses dokumentasi serta wawancara antara media VICE dan seorang mantan anggota kartel yang hingga kini masih beroperasi di negara tersebut, dapat ditemukan fakta lapangan yang membenarkan tentang adanya persentase tinggi pada jumlah kasus pembunuhan di El Salvador.
 
Seiring dengan banyaknya jasad perempuan yang menjadi korban penembakan di jalan raya, maupun kesaksian dari mantan anggota kartel tersebut yang melihat langsung bagaimana para perempuan selaku korban tindak kriminal para kartel ini, mengalami sejumlah penyiksaan berupa pemotongan payudara dalam keadaan sadar, yang berikutnya dilanjutkan dengan pemenggalan kepala serta pemotongan pada bagian-bagian tubuh lainnya untuk menjadi bahan pakan anjing.
 

Disampaikan bahwa alasan utama dibalik perlakuan kejam para anggota kartel terhadap perempuan-perempuan yang menjadi korbannya ini adalah, ditemukannya sebuah sensasi yang menyenangkan ketika mendengarkan suara teriakan perempuan. Faktor kemiskinan dan rasisme juga tercatat menjadi dua komponen lainnya yang memperbesar angka risiko kekerasan terhadap perempuan di Brazil maupun sejumlah negara Amerika Latin lainnya.

Pada dasarnya dibutuhkan komitmen yang luar biasa atas penerapan poin konvensi internasional maupun regulasi perundang-undangan nasional terkait pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender di samping penanggulangan terhadap berbagai jenis tindakan kriminalitas lainnya, untuk kemudian secara sistematis dapat menurunkan angka kasus dan fenomena ini. 
 

Writer: Tarisyah Widi Shabira

Awardee of the Turkiye Burslari Scholarship for Master Program in Political Science

 

Artikel ini dipublikasikan pada laman womentourism.id | 23 Januari 2025

 

Referensi: