HIGHLIGHT WTIDtalk #2: Kapasitas Perempuan dalam Membangun Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia

12 Oktober 2020

HIGHLIGHT WTIDtalk #2: Kapasitas Perempuan dalam Membangun Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia

 

Women in Tourism Indonesia (WTID) kembali menyelenggarakan WTIDtalk dengan tema yang tak kalah menarik dengan seri sebelumnya. Pada seri kedua kali ini, WTID berkolaborasi dengan Desa Wisata Institute (DWI) dan mengangkat tema “Kapasitas Perempuan dalam Membangun Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia”. Talkshow diadakan pada Sabtu, 19 September 2020 dengan total peserta sebanyak ± 150 orang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pemilihan tema WTIDtalk ini dilatarbelakangi oleh isu pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang sangat diperhatikan oleh pelaku industri pariwisata, terkhusus di Indonesia. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan pariwisata telah membawa perempuan dalam upaya preservasi budaya dan lingkungan.

Berbeda dari WTIDtalk seri sebelumnya, kali ini terdapat tiga narasumber yang terlibat dalam upaya konservasi alam dan pemberdayaan perempuan dalam bidang pariwisata di daerahnya masing-masing.

Pengalaman pertama dibagikan oleh Githa Anastasia, pengelola Arborek Dive Center Raja Ampat, salah satu penyedia jasa selam yang ada di Raja Ampat dengan fokus kepada konservasi satwa laut, salah satunya ikan pari manta. Tantangan yang dihadapi oleh Kak Githa dan pengelola Arborek Dive Center adalah melakukan pendekatan kepada masyarakat lokal yang minim pengetahuan terkait pariwisata dan masih dominannya budaya patriarki.

Upaya yang dilakukan oleh Arborek Dive Center dengan memberikan edukasi dan dukungan kepada para penyelam perempuan yang ada di Raja Ampat. Harapannya semakin banyak kesempatan untuk penyelam-penyelam lokal terlibat dalam kegiatan wisata bahari yang ada di Raja Ampat. Selain itu, pelestarian kebudayaan lokal juga dilakukan oleh Arborek Dive Center dengan melibatkan wisatawan dalam berbagai aktivitas masyarakat lokal. Interaksi yang terjadi antara wisatawan dan diver lokal dapat memungkinkan terjadi pertukaran budaya.

“Tetapi jalani apa yang menjadi impian, jika ada kemauan pasti ada jalan.” - Githa Anastasia

Narasumber kedua adalah Margaretha Subekty, pengelola Koperasi Serba Usaha (KSU) Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. KSU Labuan Bajo diinisiasi pada tahun 2015 oleh perempuan yang memiliki usaha rumahan di kawasan tersebut. Adanya aktivitas wisata di Labuan Bajo ternyata membawa dampak negatif, salah satunya adalah menumpuknya sampah, baik sampah organik maupun anorganik. Salah satu kegiatan yang dilakukan KSU Labuan Bajo adalah dengan mengolah sampah tersebut, yang meliputi tahapan pengangkutan, pelatihan daur ulang sampah, penjualan produk hasil limbah sampah, dan kampanye peduli lingkungan.

Fokus kerja utama dari KSU Labuan Bajo adalah memberdayakan perempuan setempat melalui kegiatan pengolahan sampah menjadi produk yang dapat dijual lagi. Komitmen dari Oma Bekty sebagai salah satu pengelola KSU Labuan Bajo adalah mengupayakan kegiatan pariwisata yang ada harus memperhatikan aspek keberlanjutannya, seperti aspek sosial, budaya, dan lingkungan yang ada di Labuan Bajo.

Terkahir, pengalaman menarik datang dari Baiq Sri Mulya, pendiri Komunitas Perempuan Sembalun Nusa Tenggara Barat. Komunitas Perempuan Sembalun adalah komunitas yang memberikan kesempatan kepada perempuan Sembalun untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sosial khususnya upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Sembalun adalah kegiatan pengembangan pariwisata yang ada bertentangan dengan indikator dari pariwisata berkelanjutan. Permasalahan yang sering terjadi adalah konflik lateral antar pelaku pariwisata dengan masyarakat terkait aspek lingkungan meliputi sampah, air, dan polusi udara.

Permasalahan selanjutnya disampaikan oleh Kak Lia berkaitan dengan kepemilikan tanah yang mana sebesar 60% akomodasi dan camping ground di Sembalun dimiliki oleh investor asing. Hal ini diperparah dengan tidak ada masyarakat lokal yang bekerja di bagian manajerial dan masih banyak yang mendapat gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Beberapa permasalahan tersebut lah yang melatarbelakangi terbentuknya Komunitas Perempuan Sembalun. Beberapa program pemberdayaan yang ada di Komunitas Perempuan Sembalun adalah PerBincang (Perempuan Berbincang), Sakolah (Sahabat Sekolah), BiSa (Rehabilitasi Sumber Air), dan SMS (Sembalun Mandiri Sampah).

Perspektif lain di sampaikan oleh Taufan Rahmadi, seorang pakar kreatif strategi pariwisata. Terdapat empat poin penting yang berkaitan dengan pariwisata, yakni: Sex, Salary, Skill, dan Survival (4S). Bapak Taufan menyampaikan bahwa komponen 4S tersebut harus ada kebijakan yang mulai mengaturnya. Dalam kaitannya dengan kapasitas perempuan dalam industri pariwisata, inisiasi tentang adanya kebijakan tentang women tourism mitigation. Melalui WTIDtalk kali ini peserta dapat mengetahui kapasitas perempuan dalam membangun pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Selain itu, sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada perempuan-perempuan daerah untuk dapat berbagi pengalaman kepada khalayak yang lebih luas.

(Lulu)

Artikel ini dipublikasikan pada laman womentourism.id | 12 Oktober 2020